Selasa, 17 Mei 2011

Antimonopoli dan kepailitan

Antimonopoli dan kepailitan

Pengertian Antimonopoli dan Persaingan Usaha

Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.

Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.

A. Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
B. Kegiatan yang dilarang dalan antimonopoly
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2.Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.”
C. Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5/1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut.
Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebgai berikut :
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertikal
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar neger
Perjanjian yang dilarang penggabungan, peleburan, dan pengambil-alihan

– Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasivadari Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan beralih karena hukum kepadaPerseroan/Badan Usaha yang menerima Penggabungan dan selanjutnya Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.

– Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan/Badan Usaha baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri dan Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri berakhir karena hukum.

– Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk memperoleh atau mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham dan atau aset Perseroan/Badan Usaha. yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan/Badan Usaha tersebut
Terdapat sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan dari aturan UU No. 5/1999 (sebagaimana diatur di pasal 50 dan 51 UU No.5/1999). Sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan tersebut berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya karena dimungkinkan munculnya penafsiran yang berbeda-beda antara pelaku usaha dan KPPU tentang bagaimana seharusnya melaksanakan sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut tanpa melanggar UU No. 5/1999. Bisa jadi suatu perjanjian atau suatu kegiatan usaha dianggap masuk dalam kategori pasal 50 UU No. 5/1999 oleh pelaku usaha, tetapi justru dianggap melanggar undang-undang oleh KPPU. Oleh karena itu, perlu adanya ketentuan lanjutan yang lebih detil mengatur pelaksanaan sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut demi menghindarkan salah tafsir dan memberikan kepastian hukum baik bagi pengusaha maupun bagi KPPU. Sebagaimana dapat dibaca di pasal 50 dan 51, aturan tentang sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut masing-masingnya diatur dengan sangat singkat, dalam satu kalimat saja.

D. Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
(1) Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang terdiri dari :
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertikal
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar negeri
(2) Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
(a) Monopoli
(b) Monopsoni
(c) Penguasaan pasar
(d) Persekongkolan
(3) Posisi dominan, yang meliputi :
(a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
(b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
(c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
(d) Jabatan rangkap
(e) Pemilikan saham
(f) Merger, akuisisi, konsolidasi
E. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
3. Efisiensi alokasi sumber daya alam
4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan
F. Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli.
Pasal 48
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.
1. Pengertian Kepailitan
Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya. Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan pemerintah.
Dari sudut sejarah hukum, undang-undang kepailitan pada mulanya bertujuan untuk melindungi para kreditur dengan memberikan jalan yang jelas dan pasti untuk menyelesaikan utang yang tidak dapat dibayar.
2. Peraturan Perundangan tentang Kepailitan
Sejarah perundang-undangan kepailitan di Indonesia telah dimulai hampir 100 tahun yang lalu yakni sejak 1906, sejak berlakunya “Verordening op het Faillissement en Surceance van Betaling voor de European in Indonesia” sebagaimana dimuat dalam Staatblads 1905 No. 217 jo. Staatblads 1906 No. 348 Faillissementsverordening. Dalam tahun 1960-an, 1970-an secara relatip masih banyak perkara kepailitan yang diajukan kepada Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia, namun sejak 1980-an hampir tidak ada perkara kepailitan yang diajukan ke Pengadilan negeri. Tahun 1997 krisis moneter melanda Indonesia, banyak utang tidak dibayar lunas meski sudah ditagih, sehingga timbul pikiran untuk membangunkan proses kepailitan dengan cara memperbaiki perundang-undangan di bidang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang atau biasanya disingkat PKPU.
Pada tanggal 20 April 1998 pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan yang kemudian telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat menjadi Undang-Undang, yaitu Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan tanggal 9 september 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 nomor 135).
Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tersebut bukanlah mengganti peraturan kepailitan yang berlaku, yaitu Faillissements Verordening Staatsblad tahun 1905 No. 217 juncto Staatblads tahun 1906 No. 308, tetapi sekedar mengubah dan menambah.
Dengan diundangkannya Perpu No. 1 tahun 1998 tersebut, yang kemudian disahkan oleh DPR dengan mengundangkan Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tersebut, maka tiba-tiba Peraturan Kepailitan (Faillissements Verordening S. 1905 No. 217 jo S. 1906 No. 348) yang praktis sejak lama sudah tidak beroperasi lagi, menjadi hidup kembali. Sejak itu, pengajuan permohonan-permohonan pernyataan pailit mulai mengalir ke Pengadilan Niaga dan bermunculanlah berbagai putusan pengadilan mengenai perkara kepailitan.
3. Tujuan utama kepailitan
adalah untuk melakukan pembagian antara para kreditur atas kekayaan debitur oleh kurator. Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai dengan hak masing-masing.
4. Lembaga kepailitan
Pada dasarnya merupakan suatu lembaga yang memberikan suatu solusi terhadap para pihak apabila debitur dalam keadaan berhenti membayar/tidak mampu membayar. Lembaga kepailitan pada dasarnya mempunyai dua fungsi sekaligus, yaitu:
1. kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan kepada kreditur bahwa debitur tidak akan berbuat curang, dan tetap bertanggung jawab terhadap semua hutang-hutangnya kepada semua kreditur.
2. kepailitan sebagai lembaga yang juga memberi perlindungan kepada debitur terhadap kemungkinan eksekusi massal oleh kreditur-krediturnya. Jadi keberadaan ketentuan tentang kepailitan baik sebagai suatu lembaga atau sebagai suatu upaya hukum khusus merupakan satu rangkaian konsep yang taat asas sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata.
5. Para Pihak yang dapat mengajukan kepailitan yaitu:
1. atas permohonan debitur sendiri
2. atas permintaan seorang atau lebih kreditur
3. oleh kejaksaan atas kepentingan umum
4. Bank Indonesia dalam hal debitur merupakan lembaga bank
5. oleh Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitur merupakan perusahaan efek.
Bahwa untuk bisa dinyatakan pailit, debitur harus telah memenuhi dua syarat yaitu:
1. Memiliki minimal dua kreditur;
2. Tidak membayar minimal satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Kreditur yang tidak dibayar tersebut, kemudian dapat dan sah secara hukum untuk mempailitkan kreditur, tanpa melihat jumlah piutangnya.
6. Akibat Hukum Pernyataan Pailit
Pernyataan pailit, mengakibatkan debitur demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan, terhitung sejak pernyataan putusan kepailitan. Dengan ditiadakannya hak debitur secara hukum untuk mengurus kekayaannya, maka oleh Undang-Undang Kepailitan ditetapkan bahwa terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, KURATOR berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan atas harta pailit, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Kurator tersebut ditunjuk bersamaan dengan Hakim Pengawas pada saat putusan pernyataan pailit dibacakan.
Dengan demikian jelaslah, bahwa akibat hukum bagi debitur setelah dinyatakan pailit adalah bahwa ia tidak boleh lagi mengurus harta kekayaannya yang dinyatakan pailit, dan selanjutnya yang akan mengurus harta kekayaan atau perusahaan debitur pailit tersebut adalah Kurator. Untuk menjaga dan mengawasi tugas seorang kurator, pengadilan menunjuk seorang hakim pengawas, yang mengawasi perjalan proses kepailitan (pengurusan dan pemberesan harta pailit).
7. Siapa yang Mempailitkan Siapa
Setiap kreditur (perorangan atau perusahaan) berhak mempailitkan debiturnya (perorangan atau perusahaan) jika telah memenuhi syarat yang diatur dalam UUK, sebagaimana yang telah dipaparkan di atas. Dikecualikan oleh Undang-Undang Kepailitan adalah Bank dan Perusahaan Efek. Bank hanya bisa dimohonkan pailitkan oleh Bank Indonesia, sedangkan perusahaan efek hanya bisa dipailitkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Bank dan Perusahaan Efek hanya bisa dipailitkan oleh instansi tertentu, hal ini didasarkan pada satu alasan bahwa kedua institusi tersebut melibatkan banyak uang masyarakat, sehingga jika setiap kreditur bisa mempailitkan, hal tersebut akan mengganggu jaminan kepastian bagi para nasabah dan pemegang saham.
Jika kita melihat kasus Prudential dan Manulife beberapa waktu yang lalu, maka telah nyata bagi semua kalangan, bahwa perusahaan asuransi pun melibatkan uang masyarakat banyak, sehingga seharusnya UUK mengatur bahwa Perusahaan Asuransi pun harus hanya bisa dipailitkan oleh instansi tertentu, dalam hal ini Departemen Keuangan. Kejaksaaan juga dapat mengajukan permohonan pailit yang permohonannya didasarkan untuk kepentingan umum
8. Tentang Kurator
8.1. Kewenangan Kurator
Kepailitan suatu perseroan terbatas berakibat hilangnya kekuasaan dan kewenangan seluruh organ-organ perseroan atas harta kekayaan perseroan tersebut. Organ-organ perseroan seperti RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris menjadi tidak berwenanang untuk melakukan tindakan-tindakan kepengurusan harta, dan kedudukannya digantikan oleh kurator. Sebagai contoh, Pasal 67(2) UU Kepailitan menegaskan bahwa dalam melakukan tugasnya kurator tidak memerlukan persetujuan dari organ debitur/perseroan pailit, walaupun di luar kepailitan persetujuan tersebut disyaratkan. Apakah organ-organ perseroan kehilangan wewenangnya untuk melakukan tindakan selain pengurusan atas harta pailit. Organ-organ itu tetap berwenang selama tidak ada akibatnya atas harta pailit. Jika kita mengkaji kepailitan atas perseorangan dan bukan perseroan terbatas, maka debitur pailit dapat tetap hidup, bersosialisasi, bahkan dapat bekerja dan menghasilkan uang untuk harta pailit. Namun, untuk perseroan terbatas memang sulit sekali ditarik garis yang jelas, karena sebagai badan usaha yang bertujuan mencari keuntungan, maka seluruh atau (hampir seluruh) tindakan yang diambil organ-organ tersebut adalah untuk mendapatkan keuntungan. Namun baiklah untuk kepentingan diskusi ini kita anggap saja organ perseroan tetap berwenang. Akibatnya, kurator tidak dapat mengambilalih kewenangan tersebut, termasuk mengadakan RUPS, dan sebagainya.
8.2.Tugas Kurator
Deskripsi tugas seorang kurator dan pengurus dalam kepailitan tersebar dalam pasal-pasal di Undang-undang Kepailitan (UUK). Namun tugas kurator dan pengurus yang paling fundamental (sebagaimana diatur dalam ps. 67(1) UUK), adalah untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Dalam melakukan tugas ini kurator maupun pengurus memiliki satu visi utama, yaitu mengambil keputusan yang terbaik untuk memaksimalisasikan nilai harta pailit. Lebih jauh lagi tugas kurator pengurus dapat dilihat pada job description dari kurator pengurus, karena setidaknya ada 3 jenis penugasan yang dapat diberikan kepada kurator pengurus dalam hal proses kepailitan, yaitu:
1. Sebagai Kurator sementara
Kurator sementara ditunjuk dengan tujuan untuk mencegah kemungkinan debitur melakukan tindakan yang mungkin dapat merugikan hartanya, selama jalannya proses beracara pada pengadilan sebelum debitur dinyatakan pailit. Tugas utama kurator sementara adalah untuk:
1) mengawasi pengelolaan usaha debitur; dan
2) mengawasi pembayaran kepada kreditur, pengalihan atau pengagunan kekayaan debitur yang dalam rangka kepailitan memerlukan kurator (ps.7 UUK).
secara umum tugas kurator sementara tidak banyak berbeda dengan pengurus, namun karena pertimbangan keterbatasan kewenangan dan efektivitas yang ada pada kurator sementara, maka sampai saat ini sedikit sekali terjadi penunjukan kurator sementara.
2. Sebagai pengurus
Pengurus ditunjuk dalam hal adanya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Tugas pengurus hanya sebatas menyelenggarakan pengadministrasian proses PKPU, seperti misalnya melakukan pengumuman, mengundang rapat-rapat kreditur, ditambah dengan pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan usaha yang dilakukan oleh debitur dengan tujuan agar debitur tidak melakukan hal-hal yang mungkin dapat merugikan hartanya. Perlu diketahui bahwa dalam PKPU debitur masih memiliki kewenangan untuk mengurus hartanya sehingga kewenangan pengurus sebatas hanya mengawasi belaka.
3. Sebagai Kurator
Kurator ditunjuk pada saat debitur dinyatakan pailit, sebagai akibat dari keadaan pailit, maka debitur kehilangan hak untuk mengurus harta kekayaannya, dan oleh karena itu kewenangan pengelolaan harta pailit jatuh ke tangan kurator.
Dari berbagai jenis tugas bagi Kurator dalam melakukan pengurusan dan pemberesan, maka dapat disarikan bahwa kurator memiliki beberapa tugas utama, yaitu:
1. Tugas Administratif Dalam kapasitas administratif nya Kurator bertugas untuk mengadministrasikan proses-proses yang terjadi dalam kepailitan, misalnya melakukan pengumuman (ps. 13 (4) UUK); mengundang rapat-rapat kreditur ; mengamankan harta kekayaan debitur pailit; melakukan inventarisasi harta pailit (ps. 91 UUK); serta membuat laporan rutin kepada hakim pengawas (ps. 70 B (1) UUK). Dalam menjalankan kapasitas administratifnya Kurator memiliki kewenangan antara lain a) kewenangan untuk melakukan upaya paksa seperti paksa badan (ps. 84 (1) UUK), b) melakukan penyegelan (bila perlu) (ps. 90 (1) UUK)
2. Tugas Mengurus/mengelola harta pailit. Selama proses kepailitan belum sampai pada keadaan insolvensi (pailit), maka kurator dapat melanjutkan pengelolaan usaha-usaha debitur pailit sebagaimana layaknya organ perseroan (direksi) atas ijin rapat kreditur (ps. 95 (1) UUK). Pengelolaan hanya dapat dilakukan apabila debitur pailit masih memiliki suatu usaha yang masih berjalan. Kewenangan yang diberikan dalam menjalankan pengelolaan ini termasuk diantaranya:
a) kewenangan untuk membuka seluruh korespondensi yang ditujukan kepada debitur pailit (ps. 14 jo ps.96 UUK)
b) kewenangan untuk meminjam dana pihak ketiga dengan dijamin dengan harta pailit yang belum dibebani demi kelangsungan usaha (ps. 67 (3)-(4) UUK)
c) kewenangan khusus untuk mengakhiri sewa, memutuskan hubungan kerja, dan perjanjian lainnya
Tugas Melakukan penjualan-pemberesan Tugas yang paling utama bagi Kurator adalah untuk melakukan pemberesan. Maksudnya pemberesan di sini adalah suatu keadaan dimana kurator melakukan pembayaran kepada para kreditor konkuren dari hasil penjualan harta pailit.
9. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
PKPU diatur pada BAB II UU Kepailitan, tepatnya ps. 212 sampai ps. 279 Undang-Undang Kepailitan.Kedudukan dari PKPU adalah bahwa PKPU tidak dapat disejajarkan dengan instrumen kepailitan, atau sebagai sesuatu yang bersifat alternatif dari prosedur kepailitan. PKPU adalah prosedur hukum (atau upaya hukum) yang memberikan hak kepada setiap Debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren (pasal 212 UU Kepailitan).
PKPU dapat diajukan secara sukarela oleh debitur yang telah memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat membayar utang-utangnya, maupun sebagai upaya hukum terhadap permohonan pailit yang diajukan oleh krediturnya. PKPU sendiri terbagi 2 bagian, yaitu:
1. tahap pertama, adalah PKPU Sementara,
2. tahap kedua adalah PKPU Tetap. Berdasarkan Pasal 214 ayat (2) UU Kepailitan Pengadilan niaga HARUS mengabulkan permohonan PKPU Sementara. PKPU sementara diberikan untuk jangka waktu maksimum 45 hari, sebelum diselenggarakan rapat kreditur yang dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada debitur untuk mempresentasikan rencana perdamaian yang diajukannya.
PKPU Tetap diberikan untuk jangka waktu maksimum 270 hari, apabila pada hari ke 45 atau rapat kreditur tersebut, belum dapat memberikan suara mereka terhadap rencana tersebut (pasal 217 (3) UUK).
Prinsip ini jelas berbeda dengan kepailitan, yang prinsip dasarnya adalah untuk memperoleh pelunasan secara proporsional dari utang-utang debitur. Meskipun pada prinsipnya kepailitan masih membuka pintu menuju perdamaian dalam kepailitan, namun cukup jelas bahwa kepailitan dan PKPU adalah dua hal yang berbeda, dan oleh karenanya tidak pada tempatnya untuk membandingkan secara kuantitatif kedua hal tersebut.
Manfaat adanya PKPU
Jelas sangat bermanfaat, karena perdamaian yang dilakukan melalui PKPU akan mengikat kreditur lain diluar PKPU (pasal 270 UUK), sehingga debitur dapat melanjutkan restrukturisasi usahanya, tanpa takut ‘digerecoki’ oleh tagihan-tagihan kreditur-kreditur yang berada diluar PKPU. Selain itu Kreditur juga seharusnya terjamin melalui PKPU, karena apabila terjadi pelanggaran terhadap perjanjian perdamaian tersebut, maka kreditur dapat mengajukan permohonan pembatalan perjanjian perdamaian kepada Pengadilan Niaga, dan debitur akan otomatis dinyatakan pailit (pasal160, 161, jo 276 UUK).
Bandingkan dengan apabila melalui proses restructuring biasa, yang apabila terjadi breach perjanjian, tentunya harus dilalui proses gugat perdata yang berliku-liku proses dan panjangnya waktu. Berdasarkan Undang Undang Kepailitan maka, pengadilan yang berhak memutus pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang adalah Pengadilan Niaga yang berada di lingkungan Peradilan Umum, dan Hukum Acara yang digunakan adalah Hukum Acara Perdata.
PENGADILAN NIAGA
Yang berhak memutus pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang. Pengadilan Niaga yang berada di Peradilan Umum yang untuk pertama kalinya dibentuk oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hukum Acara yang digunakan adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan Umum. Putusan Pengadilan Niaga dapat diajukan upaya hukum lain setelah memiliki kekuatan hukum tetap yaitu melalui PK (Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung) dengan syarat:
ú terdapat bukti tertulis baru
ú Pengadilan Niaga telah melakukan kesalahan berat dalam penetapan hukumnya.
(dengan jangka awaktu paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima Panitera M A)

Sumber:
http://ugik013-neverendingjourney.blogspot.com/2009/02/kepailitan.html
http://lailly0490.blogspot.com/2010/06/antimonopoli-dan-persaingan- usaha.html

DEFINISI, TUJUAN DAN ASPEK LAIN DARI HUKUM EKONOMI

DEFINISI, TUJUAN DAN ASPEK LAIN DARI HUKUM EKONOMI

• PENGRTIAN HUKUM EKONOMI
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Contoh hukum ekonomi :
1. Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
2. Apabila pada suatu lokasi berdiri sebuah pusat pertokoan hipermarket yang besar dengan harga yang sangat murah maka dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang berada di sekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.
3. Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
4. Turunnya harga elpiji / lpg akan menaikkan jumlah penjualan kompor gas baik buatan dalam negeri maupun luar negeri.
5. Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum.

 Hukum ekonomi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Hukum ekonomi pembangunan, adalah yang meliputi pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara Nasional.
2. Hukum Ekonomi social, adlah yang menyangkut pengaturan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembangian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia Indonesia.

TUJUAN HUKUM EKONOMI
Dalam pergaulan masyarakat terdapat aneka macam hubungan antara anggota masyarakat,yakni hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingan-kepentingan anggota masyarakat itu. Dengan banyak aneka ragamnya hubungan itu ,para anggota masyarakat memerlukan aturan aturan yang dapat menjamin keseimbangan agar dalam hubungan hubungan itu tidak terjadi kekacauan dalam masyarakat.Untuk itu diperlukan aturan aturan hukum yang diadakan atas kehendak dan kesadaran tiap-tiap anggota masyarakat itu.
Peraturan peraturan hukum yang bersifat mengatur dan memaksa anggota masyarakat untuk patuh mentaatinya,menyebabkan terdapatnya keseimbangan dalam tiap perhubungan dalam masyarakat.Setiap hubungan kemasyarakatan tak boleh bertentangan dengan ketentuan ketentuan dalam peraturan hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Setiap pelanggar hukum yang ada, akan dikenakan sanksi berupa hukuman sebagai reaksi terhadap perbuatan yang melanggar hukum yanag dilakukan.Untuk menjaga agar peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung terus menerus dan diterima oleh anggota masyarakat,maka peraturan peraturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan asas asas keadilan dari masyrakat tersebut

ASPEK LAIN HUKUM EKONOMI
Aspek dalam hukum ekonomi adalah semua yang berpengaruh dalam kegiatan ekonomi antara lain adalah pelaku dari kegiatan ekonomi yang jelas mempengaruhi kejadian dalam ekonomi, komoditas ekonomi yang menjadi awal dari sebuah kegiatan ekonomi, kemudian aspek-aspek lain yang mempengaruhi hukum ekonomi itu sendiri seperti contoh yang ada di atas, yaitu kurs mata uang, aspek lain yang berhubungan seperti politik dan aspek lain dalam hubungan ekonimi yang sangat kompleks.
Selain aspek dalam hukum ekonomi ada juga norma dalam hukum ekonomi yang juga sudah digambarkan dalam berbagai contoh yang sudah disebutkan di atas, dimana jika suatu aspek ekonomi itu mengalami suatu kejadian yang menjadi sebab maka norma ekonomi itu berlaku untuk menjadikan bagaimana suatu sebab mempengaruhi kejadian lain yang menjadi akibat dari kejadian pada sebab tersebut. Dapat diartikan bahwa norma hukum ekonomi adalah aturan-aturan yang berlaku dalah hukum ekonomi tersebut.
Hukum ekonomi adalah hukum yang berkaitan dengan berbagai aktivitas ekonomi. Aktivitas ekonomi dalam berbagai kegiatan bidangnya ada yang diatur oleh hukum, ada pula yang tidak atau belim diatur oleh hukum. Jadi hukum ekonomi mempunyai ruang lingkup pengertian yang luas meliputi semua persoalan berkaitan dengan hubungan antara hukum dan kegiatan-kegiatan ekonomi.Hukum ekonomi merupakan kajian baru yang berawal dari konsep kajian hukum dagang. Jadi embrio dari hukum ekonomi adalah kajian hukum dagang dan perkembangan pada bagian dari hukum perdata.


Sumber:
http://lailly0490.blogspot.com/2010/03/pengertian-hukum-dan-hukum-ekonomi.html
http://organisasi.org/pengertian_arti_definisi_hukum_ekonomi_disertai_contoh_pelajaran_pendidikan_ilmu_ekonomi_dasar_belajar_dari_mudah_internet